Headlines News :

Cara Menegur Dengan Bijak

Ditegur atau diperingatkan atas kesalahan yang anda lakukan memang sama sekali bukan moment yang menyenangkan. Rasa malu, gengsi bahkan kadang sakit hati tak jarang menguasai fikiran anda setelah mendapat teguran. Tapi jangan salah, ternyata menegur itu lebih tidak enak dari pada orang yang menerima teguran, karena ada beban tersendiri ketika harus memperingatkan dan mengungkapkan kesalahan orang lain.

Makanya tidak heran jika muncul perasaan sungkan dan risih saat harus menegur orang yang salah, sekalipun yang akan anda tegur adalah bawahan, tapi demi kedisiplinan dan berjalannya sistem kerja yang baik, anda harus berani menegur yang salah.

Berikut ini tips menegur bawahan dengan bijak :
1. Kumpulkan Informasi Akurat
Dalam menegur seseorang, anda harus memiliki alasan dan informasi yang akurat, tanpa hal ini anda bisa dianggap sewenang-wenang. Tapi ingat, jangan mencari-cari kesalahan orang lain, artinya ada harus menegur secara obyektif.

2. Tegurlah Segera
Jangan menunda-nunda waktu untuk menegur, karena hal ini akan berakibat si pelanggar merasa itu bukan kesalahan dan kemungkinan akan dicontoh oleh bawahan yang lain.

3. Lakukan Secara Personal
Ingatlah, jangan pernah menegur ditengah orang banyak dan dengan bantuan orang lain, lakukan empat mata, pilih tempat yang melindungi privasi, bersikaplah profesional, jangan mempermalukan orang tersebut didepan orang lain.

4. Fokus Pada Persoalan
Teguran hendaknya jangan melenceng dari persoalan, artinya jangan menyinggung hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan masalah pokok, apalagi masalah pribadi. Selain itu jangan mengungkit kesalahan dimasa lalu, karena hal tersebut akan mengesankan bahwa anda seorang pendendam.

5. Dengarkan Pembelaannya
Beri kesempatan pada orang yang anda tegur untuk memberikan penjelasan, hal ini juga membantu anda dalam memecahkan persoalan dan memberikan solusi. Jangan biarkan mereka melakukan kesalahan lagi, hanya karena mereka tidak tahu apa keinginan anda.

6. Lakukan Dengan Tegas & Adil
Teguran harus dilakukan dengan tegas dan adil, jangan hanya menegur orang yang tidak anda suka, jika anda hanya menegur orang-orang tertentu, anda akan dicap pilih kasih dan tidak adil. Hal yang tidak kalah penting, dalam menegur tunjukkan sikap untuk membantu, bukan menghukum.

7. Buatlah Komitmen Perbaikan
Bicarakan solusi yang yang dapat anda & dia lakukan untuk perbaikan kedepan, buat kesepakatan, tentukan batas waktu. Akhiri prosedur pemberian teguran dengan saling pengertian, kemudian lihat perbaikan yang dilakukan.

Selamat menegur dengan bijak, semoga bisa membawa perubahan kedepan, kearah yang lebih baik

Berhemah Dalam Menegur

Sememangnya dalam kehidupan ini, perbezaan pendapat dan mempunyai pandangan yang berlainan adalah sesuatu perkara yang lumrah justeru apabila ia berlaku jangan sesekali ada di antara kita dengan mudah membuat kesimpulan yang menjurus kepada prasangka kononnya ia bertujuan memburukkan sesiapa.

Allah telah mengingatkan kita dalam surah Yunus ayat 36 dengan menegaskan, ‘‘Prasangka itu tidak mendatangkan kebenaran apa pun.” Oleh itu jika tercetus sesuatu isu antara kita dan terwujudnya perbezaan pendapat atau terbentuk sesuatu teguran ia seharusnya ditangani dengan sebijak-bijaknya.

Janganlah kita terlalu gopoh ke hadapan dengan membuat andaian yang bukan-bukan atau berhujah dengan penuh emosi sehingga terwujud cabar-mencabar. Sebaliknya teguran atau sesuatu pandangan itu perlu diteliti dan dihalusi sertai dikaji kebenarannya. Ini kerana perbuatan menegur orang yang melakukan kesalahan merupakan tindakan yang amat diperintah oleh Allah.

Firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 125 bermaksud:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.”
Namun begitu sejak kebelakangan ini kita melihat semakin banyak pihak yang tidak boleh ditegur biarpun apa yang dinyatakan oleh seseorang itu mempunyai kebenarannya.

Sesungguhnya Rasulullah s.a.w telah mengingatkan bahawa sesuatu kebenaran itu perlu dinyatakan biarpun pahit dan baginda juga menegaskan,
‘‘Siapa sahaja di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka tegurlah dengan tangannya (kekuasaannya). Jika tidak mampu, maka tegurlah dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka tegurlah dengan hati. Namun, ini adalah keimanan paling lemah.”

Islam telah menggariskan dalam membuat teguran, kita haruslah berhati-hati apatah lagi jika kita cuba bertindak sebagai ‘orang perantaraan’ bagi menjelaskan sesuatu perkara.

Tiga faktor yang digariskan oleh Islam boleh menjayakan sesuatu teguran itu ialah, pertama, tidak merendahkan ego orang yang ditegur, kedua mencari waktu yang tepat dan ketiga memahami kedudukan orang yang ditegur.

Hakikatnya, Islam memberi panduan yang jelas dalam kita memberi teguran dan bagaimana sikap kita apabila ditegur. Kita tidak harus melatah apatah lagi terlalu emosional sehingga menyebabkan kita melafazkan kata-kata yang tidak sepatutnya.

Semua itu tidak akan menyelesaikan masalah sebaliknya hanya akan mengeruhkan lagi keadaan, tidak kira sama ada kita pemimpin atau tidak tetapi apa yang kita perkatakan pasti akan dinilai oleh manusia dan diperhitungkan oleh Allah.

Kegagalan untuk mengawal perasaan kita berhujah akan menyebabkan berlaku tuduh-menuduh yang kesudahannya akan mencetus permusuhan antara kita.

Tindakan ini sudah tentulah bertentangan dengan firman Allah dalam surah Ali-Imran ayat 103 yang mengingatkan,
‘‘Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai dan ingatkan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan hati kamu lalu jadikan kamu dengan nikmat Allah itu orang-orang yang bersaudara, pada hal dahulunya kamu telah berada di jurang neraka, maka Dia menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat agar kamu mendapat petunjuk.”

Hakikatnya, Islam tidak hanya mengajar etika menegur umat seagama tetapi Islam juga mengajar kita bagaimana cara menegur yang betul kepada umat daripada agama lain, tidak kita seburuk apa pun kesalahannya.

Ia terkandung dalam al-Quran melalui perintah Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun untuk berkata lembut kepada Firaun seperti mana firman-Nya dalam surah Thaha ayat 44 yang bermaksud;

‘‘Berbicaralah kalian berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.”

Jika dengan Firaun pun Allah perintahkan para nabi bercakap dengan lemah lembut, apatah lagi kita sesama Islam. Ertinya Allah tidak suka jika kita bercakap atau berhujah mengikut perasaan semata-mata.

Rasulullah s.a.w bersabda,
‘‘Percakapan orang yang berakal muncul dari balik hati nuraninya. Maka ketika hendak berbicara, terlebih dahulu ia kembali pada nuraninya. Apabila ada manfaat baginya, dia harus bercakap dan apabila ia boleh mendatangkan keburukan, maka dia hendaklah tidak melafazkannya. Sesungguhnya hati orang yang bodoh berada di mulut, ia berbicara sesuai apa sahaja yang dia mahukan’’.

Seperkara lagi dalam kita berhujah atau mempertahankan sesuatu elakkan daripada memalsukan fakta apatah lagi membuat pujian yang bukan-bukan kepada seseorang ini.

Ia disebabkan pujian yang melampau itu adalah bencana lidah (min afat al lisan) yang sangat berbahaya.
Dalam buku Ihya ‘Ulum al-Din, Imam Ghazali menyatakan enam bahaya (keburukan) yang mungkin timbul daripada budaya memuji tersebut iaitu empat keburukan kembali kepada orang yang memberikan pujian dan dua keburukan lainnya kembali kepada orang yang dipuji.

Bagi pihak yang memuji, keburukan yang akan diperoleh ialah melakukan pujian secara berlebihan sehingga menjerumus ke dalam dusta, dia memuji dengan berpura-pura menunjukkan rasa cinta dan simpati yang tinggi sedangkan dalam hatinya adalah sebaliknya, ia menyatakan sesuatu yang tidak disokong oleh fakta sebaliknya pembohongan semata-mata dan dia telah menggembirakan orang yang dipuji padahal orang itu melakukan kesalahan.

Dua keburukan yang menanti orang yang dipuji pula ialah dia akan merasa sombong (kibr) dan bangga diri (ujub) – kedua-dua adalah penyakit yang boleh ‘mematikan’ hati seseorang dan keburukan kedua, orang yang dipuji akan merasa hebat, tidak perlu bersusah payah dan bekerja kuat.

Kesimpulannya, dalam apa juga yang kita lakukan berkaitan dengan lidah yang melahirkan kata-kata kita harus berhati-hati, tidak kiralah sama ada ia teguran, pujian, kenyataan atau berhujah.Ini kerana setiap apa yang diperkatakan akan diperhitungkan di akhirat kelak apatah lagi jika ia berkaitan dengan soal kebenaran dan kebatilan.

Justeru jadikanlah firman Allah dalam surah Ali-Imran ayat 104 dan 105 sebagai pegangan, maksudnya;

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebajikan dan menyuruh kepada makruf dan mencegah dari kemungkaran dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka dan mereka itulah orang-orang yang akan mendapat azab yang berat.
 

TAWARAN ISTIMEWA

Headlines News

Iklan

Programmer : Creating Website
Webmaster ZABIDI MORAD
Copyright © 2014. Berani Kerana Benar - All Rights Reserved

PANDANGAN DALAM LAMAN INI TIDAK SEMESTINYA MENUNJUKKAN SIKAP WEBMASTER